Sabtu, 20 November 2010

KATEGORI BLUE DIARY - Kita Mencintainya

Brrr … pembuluh darah terasa lebih lancar untuk bergerak dan semangat pagi telah membara untuk memulai aktifitas hari ini yang sudah menunjukkan pukul 06.00. Seperti biasa, mata ini selalu mengharuskan untuk melirik ke kalender yang tergantung di sudut kanan kamar. Ahad, 17 sawal 1431 H, hari kedua aku ikut sanlat dan launching BBQ di kampus. Usai menyelesaikan pekerjaan rumah, bergegas menyiapkan diri dan berharap hari ini panitia tidak mengulangi kesalahan kemoloran waktu. Kucium tangan ayah dan ibu, “hati-hati kak, selesai langsung pulang ya”, nasihat rutin yang selalu di ucapkan ibu, nasihat rutin yang sekaligus menjadi amanah buatku, nasihat rutin yang menunjukkan bahwa ibu tidak mempersoalkan statusku yang sekarang sudah menjadi mahasiswa, nasihat itu tidak mempersoalkan berapa usiaku sekarang, apa pendidikan ku sekarang. Yang jelas, itu nasihat rutin yang senantiasa mengawali awal aktifitas pagiku. “iya, insya allah”, jawaban rutin dari nasihat rutin. Setelah itu, aku menuju pintu, lalu ku ucapkan salam.
Ku duduk di bagian depan, ku ikuti setiap aliran sesi itu, ku coba untuk memahami semua materi di hari kedua ini. Materi sanlat yang pertama memang sangat berkesan dan insya allah bermanfaat buatku. Pemateri selalu menyajikan setiap paket materi dengan menarik. Materi Daurah Tahsin, Phenomena Pembakaran Al-qur’an, Thibun Nabawi, Daurah Shalat, Ghazwul Fikri dan Muhasabah, semuanya sangat berkesan, mungkin teman-teman yang lain juga merasakan rasa yang sama. Di materi terakhir tentang Muhasabah, ku coba menelaah apa yang akan pemateri sampaikan. Pikirku kala itu, materi terakhir ini yang akan menjatuhkan butiran air mata yang sejak pagi bersembunyi di pelopak mata. ku dengarkan curriculum vitae si pemateri yang terakhir, sepertinya tahu dan pernah mengisi salah satu kegiatan Rohis di SMA-ku. Benar, saat pemateri terakhir menampakkan diri, ingatan yang ragu-ragu menjadi yakin bahwa pernah mendapatkan materi dari pemateri yang sama dengan materi yang berbeda. Awalnya raut wajah masih sama dengan materi-materi sebelumnya, belum ada tanda-tanda berbeda. Senyum, tawa kecil masih aku tampakkan saat pemateri mencoba menghadirkan humor kecil-kecilan. Tiba-tiba aku terdiam, mataku terfokus pada video yang disajikan, video yang me-muhasabahku akan besarnya perjuangan seorang wanita mulia untuk menghadirkan malaikat kecil titipan-Nya, video yang mengunggah kesadaran akan besarnya cinta seorang wanita mulia yang sering kita panggil ibu. Itu videomu ibu, video yang menghujankan ruangan ini dengan air mata kami semua. Ibu .. begitu besarnya pengorbananmu untuk menghadirkanku di dunia ini. Ibu .. begitu mulianya hatimu yang telah merelakan nyawamu untuk menghadirkanku di dunia ini. Ibu .. begitu baiknya dirimu yang rela merasakan sakit yang teramat sakit untuk menghadirkanku di dunia ini. Ibu .. aku ingin terus bersamamu, aku masih ingin membahagiakanmu, aku masih ingin mencium hangat tanganmu sebelum aku berangkat aktifitas, aku ingin terus mendengar nasihat-nasihatmu, aku masih ingin selalu curhat padamu dan aku ingin selalu melihat senyum munggil di wajahmu ibu. Izinkan aku membahagiakanmu sebelum allah memanggilmu ke syurgaNya .. aku mencintaimu ibu .. kami semua mencintaimu .. sosok wanita mulia .

orangtua laksana “dua sisi mata uang yang absurd untuk dipisahkan. Keridhaan mereka merupakan keridhaan Allah. Dan murka mereka merupakan murka-Nya. Mari .. sayangi orangtua kita !!


                                                                                       [ S.M.P ]



     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar